Sejarah Pondok Pesantren Ahlussunnah Waljamaah Ambunten Sumenep

HADRATUS Syekh KH Ali Wafa Muharrar merupakan seorang kiai yang memiliki derajat keilmuan cukup tinggi. Hingga saat ini, sosok Kiai Ali Wafa menjadi panutan masyarakat, utamanya di wilayah pantura Madura. Dia dikenal alim dan bertanggung jawab atas keintelektualannya.

Almarhum Kiai Ali Wafa lahir pada 1886. Beliau merupakan warga asli Dusun Jungtorok Laok, Desa Ambunten Timur, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep. Kiai Ali Wafa merupakan putra dari Kiai Muqawwa. Sementara istri Kiai Ali Wafa bernama Nyai Hj Nur Dinatul Ahdiyah, putri Kiai Imam dari Desa Karay, Kecamatan Ganding, Kabupaten Sumenep.

Sebagai seorang yang memiliki tanggung jawab menyebarkan ilmu Allah, Kiai Ali Wafa mencoba menyampaikan segala bentuk pengetahuannya kepada masyarakat sekitar. Kemudian beliau mulai menebarkan ilmu agama di sebuah langgar (surau).

Tak hanya sebagai pusat pendidikan, langgar tersebut juga menjadi benteng tempat masyarakat bermusyawarah untuk mengusir penjajah Belanda. Hingga pada akhirnya, langgar tersebut menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren (Ponpes) Ahlussunnah Waljamaah (Aswaj) pada 1939 di Dusun Jungtorok Laok, Desa Ambunten Timur.

Kiai Ali Wafa juga dikenal sebagai wali Allah. Semasa penjajahan, kapal Belanda hendak menyerang wilayah Kecamatan Ambunten dari laut Jawa. Akan tetapi, berkat karomah yang dimiliki Kiai Ali Wafa, hanya sekali kibasan serban saja, rombongan kapal penjajah itu berputar haluan meninggalkan wilayah Ambunten.

Makanya beliau (Kiai Ali Wafa, Red) juga disebut Komandan Hizbullah, karena mampu menghadapi dan mengusir Belanda dari Ambunten dan sekitarnya,” dawuh KH Unais Ali Hisyam selaku cucu Kiai Ali Wafa.

Kiai Ali Wafa juga dikenal sebagai Mursyid Kamil Tarekat Naqsyabandiyah  p e r t a m a  di  S u m e n e p. Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat muktabarah, yaitu tarekat yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.

Menurut Kiai Unais, tarekat adalah perjalanan hati untuk memperoleh rida Allah SWT dengan cara berzikir. ”Kalau bahasa gampangnya, ilmu batin. Tarekat perjalanan hati, bukan ilmu kebatinan seperti yang pernah disampaikan masyarakat zaman modern ini. Apalagi sampai tidak melakukan shalat lantaran terus berzikir, itu salah. Tarekat tetap wajib melaksanakan shalat,” tegasnya.

Kiai Ali Wafa, lanjut beliau, merupakan salah satu mursyid atau seorang guru yang bisa membimbing orang lain secara rohani menuju Allah SWT. Dia merupakan mursyid silsilah ke-44 dalam Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Mudzhariyah Gersempal, Sampang.

Awalnya dia mendapatkan ilmu tarekat dari gurunya Kiai Muhammad Jazuli di Tenggina, Pamekasan. Beliau meninggal dunia sebelum memberikan ijazah kepada Kiai Ali Wafa. Lalu, Kiai Ali Wafa meneruskan belajar tarekat kepada KH Khudaifah Sumber Papan, Larangan Badung, Pamekasan, hingga mendapatkan ijazah sebagai mursyid.

Selain dari Kiai Khudaifah, Kiai Ali Wafa juga mendapatkan ijazah mursyid dari Syekh KH Ahmad Syirajuddin, Kajuk, Kelurahan Rong Tengah, Sampang. Padahal, Kiai Ali Wafa tidak pernah belajar kepada Kiai Syirajuddin. Awalnya, Kiai Syirajuddin bermimpi Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpi itu, Kiai Syirajuddin diminta untuk mengangkat Kiai Ali Wafa sebagai Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah.

Masih menurut Kiai Unais, sebelum mempelajari ilmu tarekat, Kiai Ali Wafa terlebih dahulu menimba ilmu di Sarigading, Desa Sogian, Kecamatan Ambunten. Setelah itu, nyantri ke Syaikhona Moh. Kholil bin Abdul Latif Bangkalan. Selanjutnya, Kiai Ali Wafa menimba ilmu ke Makkah. Sementara, ilmu tarekatnya belajar kepada Kiai Muhammad Jazuli.

Kiai Ali Wafa dikaruniai 22 anak dengan istri pertamanya, Nyai Hj Nur Dinatul Ahdiyah, dan satu orang putra dari istri keduanya, Nyai Hj Mutmainnah. Selama ini masyarakat mengetahui bahwa Kiai Ali Wafa hanya memiliki empat orang putra-putri dari istri pertamanya. Yakni Nyai Hj Mahfudah, Nyai Hj Rohmah, KH Ali Hisyam, dan Nyai Hj Zubaidah. Sedangkan dengan Nyai Hj Mutmainnah, Kiai Ali Wafa memiliki putra bernama KH Thaifur Ali Wafa Al-Maduri.

”Jadi totalnya dikaruniai 23 orang anak,” dawuh Kiai Unais yang pernah menjadi anggota DPR RI tersebut. Sedangkan 18 dari 23 anak lainnya meninggal saat berusia di bawah umur lima tahun.

Saat ini KH Thaifur Ali Wafa, lanjut Kiai Unais, menjadi Pengasuh Ponpes Assadad Tanjung Abillaits di Ambunten. Beliau juga seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Mudzhariyah yang sukses menyebarkan ilmunya ke berbagai penjuru Indonesia.

Ponpes Aswaj kini terus berkembang pesat. Dalam lima kali kepemimpinan sejak Kiai Ali Wafa Muharrar, diteruskan oleh Kiai Ali Hisyam Ali Wafa. Kemudian diteruskan lagi oleh KH Fayyad As’ad selaku menantu pertama Kiai Ali Hisyam Ali Wafa. Setelah itu, diteruskan KH Luthfi Ishaq, menantu kedua. Saat ini diasuh langsung Kiai Unais Ali Hisyam yang memimpin sejak 1997 sepulang dari Al Haramain, Makkah.

0 Komentar:

Posting Komentar